Ceramah idul qurban
Hari ini adalah hari raya kaum muslim,
sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada
shahabatnya Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau baru tinggal di
kota Madinah:
« يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ
قَوْمٍ عِيدًا ، وَهَذَا عِيدُنَا »
“Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum
mempunyai hari raya, dan inilah hari raya kita (kaum muslim).” HR. Bukhari.
Allah telah menjadikan bagi kaum muslim dua
hari raya dalam setahun, yaitu hari raya idul fitri dan hari raya idul adha
yang sekarang kita berada di dalamnya. Maka bergemberilah wahai kaum muslim,
dengan hari raya ini.
Dan Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, jika
diperhatikan keduanya dirayakan setelah rukun dari rukun-rukun Islam, idul
Fitri dirayakan setelah ibadah puasa dan idul adha dilakukan setelah ibadah
haji, oleh karenanya kedua hari raya ini adalah hari raya yang agung,
أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ». قَالُوا كُنَّا
نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ. قَالَ « إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ
أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ ».
Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
bercerita: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai di kota Madinah dan
mereka memiliki dua hari yang mereka bersuka cita di dalam kedua hari tersebut,
maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dua hari apakah ini?”,
mereka menjawab: “Kami dahulu bermain-main di dalam kedua hari itu di
masa jahiliah. Beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah
menggantikan bagi kalian dengan dua hari tersebut yang lebih baik dari keduanya
yaitu Hari raya idul fitri dan hari raya idul adha.” HR. Ahmad.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Kabira
Wahai kaum muslim…
Tanggal 10 Dzulhijjah adalah hari raya yang
agung bagi seluruh umat Islam, bahkan hari tersebut adalah hari haji akbar!!!
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
وَقَفَ يَوْمَ النَّحْرِ بَيْنَ الْجَمَرَاتِ فِى الْحَجَّةِ الَّتِى حَجَّ
فَقَالَ « أَىُّ يَوْمٍ هَذَا ». قَالُوا يَوْمُ النَّحْرِ. قَالَ « هَذَا يَوْمُ
الْحَجِّ الأَكْبَرِ ».
Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhuma berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri pada hari
Nahr (10 Dzulhijjah) antara lubang-lubang jamarat saat beliau berhaji, beliau
bersabda: “Hari apakah ini?”, mereka (para shahabat) menjawab: “Hari Nahr”,
beliau bersabda: “Ini adalah hari haji Akbar.” HR. Abu Daud.
Hari Haji akbar adalah tepat hari raya idul
Adha dan haji akbar adalah ibadah haji itu sendiri. Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu berkata: “Abu Bakar telah mengutusku termasuk orang yang mengumandangkan
di hadapan manusia bahwa tidak boleh seorang musyrikpun melakukan haji dan
tidak ada yang thawaf dalam keadaan telanjang. Lalu beliau berkata:
وَيَوْمُ الْحَجِّ الأَكْبَرِ يَوْمُ النَّحْرِ وَالْحَجُّ
الأَكْبَرُ الْحَجُّ.
Artinya: “Dan Hari haji Akbar adalah hari Nahr
dan haji akbar adalah ibadah haji.” HR. Abu Daud.
Berarti sebagai pengetahuan kita bahwa yang
dinamakan sebagai haji akbar adalah hari raya idul adha itu sendiri bukan
seperti anggapan sebahagian orang bahwa haji akbar adalah haji yang apabila
wukufnya hari Jumat!
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar Kabira
Wahai Kaum Muslim…
Hari raya idul adha ini adalah hari yang agung
karena ia adalah salah satu hari untuk beramal shalih di dalamnya dan beramal
shalih di dalamnya lebih disukai oleh Allah dibandingkan hari-hari lainnya,
sampai-sampai dapat mengalahkan pahala berjihad di jalan Allah.
عنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- « مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ
مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ ». فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ
الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ
فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».
Artinya: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu
‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tiada
hari-hari yang beramal shalih di dalamnya lebih disukai oleh Allah dibandingkan
sepuluh hari ini.” Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, tidak juga berjihad di
jalan Allah?!”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak juga
berjihad di jalan Allah kecuali seorang yang telah keluar dengan dirinya dan
hartanya lalu ia tidak kembali dengan sesuatu apapun.” HR. Tirmidzi.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu
Akbar Kabira
Wahai Kaum Muslim…
Berdasarkan hadits yang shahih pada hari ini
Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam menyembelih hewan kurbannya demi
mengagungkan syiar Allah yang paling agung pada hari raya idul adha dan mensuri
tauladani Bapaknya para nabi yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
{ ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ
شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ} [الحج: 32]
Artinya: “Demikianlah (perintah Allah). Dan
barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan hati.” QS. Al Hajj: 32
Hal ini dijelaskan oleh Imam
Ibnu Katsir rahimahullah:
يَقُولُ تَعَالَى: هَذَا {وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ} أَيْ:
أَوَامِرَهُ، {فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ} وَمِنْ ذَلِكَ تَعْظِيمُ
الْهَدَايَا وَالْبُدْنِ، كَمَا قَالَ الْحَكَمُ، عَنْ مقْسَم، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ: تَعْظِيمُهَا: اسْتِسْمَانُهَا وَاسْتِحْسَانُهَا.
Allah Ta’ala berfirman: “Ini dan barangsiapa
yang mengagungkan syi’ar-syiar Allah” yaitu perintah-perintahnya, maka
sesungguhnya hal tersebut dari ketakwaan hti dan termasuk dari hal itu adalah
pengagungan hewan hadyu dan unta (untuk kurban), sebagaimana perkataan Al
Hakam, dari Maqsam, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “Pengagungannya
dengan menggemukkannya dan memperbaikinya.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir 5/421.
Dalil yang lain yang menunjukkan bahwa syiar
Allah adalah ibadah kurban
{وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا
لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ} [الحج: 36]
Artinya: “Dan telah Kami jadikan untuk kamu
unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak
padanya.” Al Hajj: 36.
Adapun dalil yang menyebutkan bahwa Berkurban
adalah warisan Bapaknya para Nabi Ibrahim ‘alihissalam, adalah Firman Allah
Ta’ala:
{فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ
حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى
فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ
مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا
أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ (104)
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ
هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ (108) سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109)
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ
(111)} [الصافات: 101 - 111]}
Artinya: “Maka Kami beri dia kabar gembira
dengan seorang anak yang amat sabar.” “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar". “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).” “Dan
Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan
mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.” “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang
nyata.” “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” “Kami
abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang
kemudian,” “(yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".
“Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
“Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” QS. Ash Shaffat:
101-111
Kurban adalah Sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dari tiga sisinya: Perkataan, perbuatan dan
persetujuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ ضَحَّى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم –
بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ ، وَسَمَّى
وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا .
Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua hewan
kurban mempunyai dua warna yang mempunyai dua tanduk, beliau menyembelih
keduanya dengan tangannya sendiri dan beliau mengucapkan bismillah dan takbir
dan meletakkan kakinya di atas kedua leher keduanya.” HR. Bukhari
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar Kabira
Wahai kaum muslim…
Tidak ada ibadah yang disyariatkan oleh Allah
di dalam agama Islam melainkan terdapat di dalamnya kebaikan dalam urusan dunia
atau akhirat. Dan diantara ibadah tersebut adalah berkurban, oleh karenanya di
dalam ibadah kurban terdapat hikmah yang sangat luar biasa.
1. Sifat Seorang Mukmin hakiki adalah selalu tunduk,
patuh, pasrah kepada keputusan Allah Ta’ala.
Perhatikanlah Nabi Ibrahim ketika diuji oleh
Allah untuk menyembelih anaknya Ismail padahal menurut sejarah Nabi Ibrahim
menunggu kedatangan Ismail hamper dari 83 tahun, sebagaimana yang tertera di
dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir. Tetapi setelah mendapatkan wahyu dariAllah
untuk menyembelih anaknya maka, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tanpa menyanggah,
membantah patuh dan pasrah untuk melaksankannya. Demikianlah sifat Hamba Allah
yang beriman.
Allah Ta’ala berfirman:
{فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ
حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى
فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ
مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا
أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ (104)
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ
هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ (108) سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109)
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ
(111)} [الصافات: 101 - 111]}
Artinya: “Maka Kami beri dia kabar gembira
dengan seorang anak yang amat sabar.” “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar". “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).” “Dan Kami
panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi
itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik.” “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” “Dan
Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” “Kami abadikan untuk
Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,”
“(yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". “Demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” “Sesungguhnya ia
termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” QS. Ash Shaffat: 101-111.
Perhatikanlah bagaimana Allah
mengakhiri ayat-ayat ini dengan menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim adalah termasuk
hamba Kami yang beriman. Hal ini menunjukkan sifat yang paling hakiki dari
seorang beriman adalah tunduk, patuh dan pasrah terutama tatkala mendapatkan
ujian dan musibah dari Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
{فَلَا وَرَبِّكَ لَا
يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي
أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا } [النساء: 65]
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” QS. An Nisa’: 65.
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar Kabira
2. Allah akan memberikan jalan keluar untuk
setiap muslim yang sabar menghadapi ujian-Nya
Lihat saja Nabi Ibrahim ketika benar-benar
mempercayai wahyu Allah dan perintah-Nya padahal itu sangat berat bagi diri
beliau,yaitu berupa perintah untuk menyembelih anak yang sudah lama
ditunggu-tunggu kedatangannya. Tetapi beliau sabar dan yakin atas janji Allah,
maka perhatikan apa yang terjadi. Allah memberikan jalan keluar yang tidak
disangka-sangka!!!
) فَلَمَّا أَسْلَمَا
وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ
صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا
لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)
Artinya: “Tatkala keduanya telah berserah diri
dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran
keduanya).” “Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim”, “Sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” “Sesungguhnya ini benar-benar
suatu ujian yang nyata.” “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar.” QS. Ash Shaffat: 103-107.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan bagaimana mereka berdua sabar dan menerima atas ujian sekaligus
perintah Allah tersebut dan dengan kesabaran tersebut akhirnya mereka berdua
mendapatkan jalan keluar yang Allah berikan. Beliau berkata:
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ
لِلْجَبِينِ} أَيْ: فَلَمَّا تَشَهَّدَا وَذَكَرَا اللَّهَ تَعَالَى (4)
إِبْرَاهِيمُ عَلَى الذَّبْحِ وَالْوَلَدُ عَلَى شَهَادَةِ الْمَوْتِ. وَقِيلَ:
{أَسْلَمَا} ، [يَعْنِي] (5) : اسْتَسْلَمَا وَانْقَادَا؛ إِبْرَاهِيمُ امْتَثَلَ
أمْرَ اللَّهِ، وَإِسْمَاعِيلُ طَاعَةَ اللَّهِ وَأَبِيهِ. قَالَهُ مُجَاهِدٌ،
وَعِكْرِمَةُ وَالسُّدِّيُّ، وَقَتَادَةُ، وَابْنُ إِسْحَاقَ، وَغَيْرُهُمْ.
Artinya: “Allah Ta’ala berfirman: “kemudian
keduanya berserah diri dan menelungkupkan (nabi Ismail) yaitu maksudnya ketika
mereka berdua bersaksi dan menyebut Nama Allah Ta’ala, Nabi Ibrahim ketika
ingin menyembelih dan anak karena atas persaksian kematian. Dan terdapat
pendapat lain: “maksud keduanya menyerahkan diri, yaitu kedua-duanya
menyerahkan diri dan patuh, yaitu Ibrahim petuh mengerjakan perintah Allah dan
Ismail taat kepada Allah dan bapakNya. Yang mengatakan ini adalah Mujahid,
Ikrimah, as Suddi, Qatadah dan Ibnu Ishaq serta yang lainnya.” Lihat tafsir
Ibnu Katsir, 7/28.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ:...فنُوديَ مِنْ
خَلْفِهِ: {أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا} ، فَالْتَفَتَ
إِبْرَاهِيمُ فَإِذَا بِكَبْشٍ أَبْيَضَ أَقْرَنَ أَعْيَنَ.
Nabi Ismail ‘alaihissalam diganti oleh Allah
dengan seekor domba jantan putih yang indah dilihat. Berkata Ibnu Katsir
rahimahullah: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhume berkata: “…Maka ada
suara menyeru dari belakang beliau: “Wahai Ibrahim engkau telah mempercayai
mimpi”, Lalu Ibrahim menoleh ternyata terdapat hewan doba jantan berwarna
putinya yang bertanduk dan gemuk.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir.
Oleh karenanya bersabarlah ketika dapat ujian
dan musibah karena dibaliknya terdapat jalan keluar dari permasalahan yang kita
hadapi.
Dan juga Allah tidak pernah memberikan ujian
yang diluar batas kemampuan manusia, walau terlihat sekilas sangat berat yang
ujian yang dijadapi hamba tersebut.
{لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ
نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا} [البقرة: 286]
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang
kecuali sesuai dengan kemampuannya.” QS. Al BAqarah: 286.
Apalagi Allah Ta’ala menjanjikan dua kemudahan
untuk satu kesusahan. Allah Ta’ala berfirman:
{فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ
يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) } [الشرح: 5 - 7]
Artinya: “Karena sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan dan bersama kesulitan, sesungguhnya bersama kesulitan
ada kemudahan.” QS. Asy Syarh: 5-7.
Ibnu Rajab rahimahullah meriwayatkan dengan
sanadnya bahwa:
وبإسناده أنَّ أبا
عبيدة حُصِرَ فكتب إليه عمرُ يقول : مهما ينْزل بامرئٍ شدَّةٌ يجعل الله بعدها
فرجاً ، وإنَّه لن يَغلِبَ عسرٌ يُسرين(2) ، وإنَّه يقول : { اصْبِرُوا
وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Abu Ubaidah radhiayllahu ‘anhu
terkepung, maka umra radhiyallahu ‘anhu menulis surat; “Bagaimanapun kesulitan
yang di dapati oleh seseorang niscaya Allah menjadikan setelahnya jalan keluar,
dan sesungguhnya TIDAK AKAN PERNAH MENANG SATU KESULITAN MENGHADAPAI DUA
KEMUDAHAN.” Lihat kitab Jami’ul Ulum Wal Hikam, 21/40.
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar Kabira
Wahai Kaum muslim rahimanillahu wa ‘iyyakum.
Hikmah lain yang dapat dipetik dari ibadah
kurban adalah:
3. Untuk Urusan Akhirat hendaknya selalu memilih
yang paling sempurna dan baik. Jangan yang sekedarnya, jangan yang asal-asalan
tetapi yang paling bagus kwalitasnya agar diterima Allah Ta’ala.
Lihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alihi
wasallam tatkala berkurban dan juga para shahabatnya, berkurban dengan hewan
yang paling baik dan paling gemuk.
عَنْ عَائِشَةَ وَعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُضَحِّىَ اشْتَرَى كَبْشَيْنِ
عَظِيمَيْنِ سَمِينَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ مَوْجُوءَيْنِ فَذَبَحَ
أَحَدَهُمَا عَنْ أُمَّتِهِ لِمَنْ شَهِدَ لِلَّهِ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لَهُ
بِالْبَلاَغِ وَذَبَحَ الآخَرَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَعَنْ آلِ مُحَمَّدٍ -صلى الله
عليه وسلم-.
Artinya: “Aisyah dan Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam jika ingin
berkurban sering membeli dua domba jantan yang besar gemuk mempunyai dua tanduk
dan mempunyai dua warna pada bulu keduanya serta dikebiri keduanya, beliau
menyembelih salah satunya atas nama umatnya yang bersyahadat dengan mentauhid
Allah dan bersyahadat kepada beliau, sudah menyampaikan risalah. Dan
menyembelih yang lainnya atas nama Muhammad dan keluarga Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam.” QS. Ibnu Majah.
Dan beginilah kebiasan generasi salafush
shalih dari semenjak shahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum, mereka senantiasa
menggemukkan hewan kurban mereka agar berkurban dengan hewan yang paling baik
yang mereka miliki bukan hanya sekedar berkurban.!!!
وَقَالَ أَبُو أُمَامَةَ بْنُ سَهْلٍ: كُنَّا نُسَمِّنُ
الْأُضْحِيَّةَ بِالْمَدِينَةِ، وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ يُسمّنون. رَوَاهُ
الْبُخَارِيُّ
Artinya: “Berkata Abu Umamah bin Sahl
radhiyallahu ‘anhu: “Kami biasanya menggemukkan hewan-hean kurban di kota
Madinah, dan kaum muslim selalu menggemukkan (hewan kurban mereka).
Beginilah semestinya di dalam seluruh
aktifitas ibadah seorang muslim, harus selalu yang paling perfect dan sempurna
yang berkwalitas tinggi agar diharapkan diterima oleh Allah karena itu tujuan
dari semua ibadah, bukan hanya sekedar beramal dan beribadah.
عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ
عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ»
Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha
meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencintai jika salah seorang dari dari kalian
melakukan amalan hendaknya ia mengerjakannya dengan maksimal.” HR. Ath Thabarani.
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar Kabira
Wahai Kaum Muslim yang dirahmati Allah…
HIkmah lain yang dapat dipetik dari ibadah
berkurban adalah:
4. Konsep Harmonis Berumah Tangga adalah rumah
tangga yang dibangun diatas saling tolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Jiak dikaitkan dengan kurban, maka kita dapati
Anatar Ibrahim dan Ismail serta istri Nabi Ibrahim saling tolong menolong dalam
mengerjakan kurban Ismail, ketika diganggu oleh Iblis. Mari perhatikan riwayat
berikut:
وَقَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: ... إِنَّهُ لَمَّا أُريَ ذَبْحَ
ابْنِهِ إِسْحَاقَ قَالَ الشَّيْطَانُ: إِنْ لَمْ أَفْتِنْ هَؤُلَاءِ عِنْدَ
هَذِهِ لَمْ أَفْتِنْهُمْ أَبَدًا. فَخَرَجَ إِبْرَاهِيمُ بِابْنِهِ لِيَذْبَحَهُ،
فَذَهَبَ الشَّيْطَانُ فَدَخَلَ عَلَى سَارَةَ، فَقَالَ: أَيْنَ ذَهَبَ
إِبْرَاهِيمُ بِابْنِكِ؟ قَالَتْ: غَدَا بِهِ لِبَعْضِ حَاجَتِهِ. قَالَ: لَمْ
يَغْدُ لِحَاجَةٍ، وَإِنَّمَا ذَهَبَ بِهِ لِيَذْبَحَهُ. قَالَتْ: وَلِم
يَذْبَحُهُ؟ قَالَ: زَعَمَ أَنَّ رَبَّهُ أَمَرَهُ بِذَلِكَ. قَالَتْ: فَقَدْ
أَحْسَنَ أَنْ يُطِيعَ رَبَّهُ. فَذَهَبَ الشَّيْطَانُ فِي أَثَرِهِمَا فَقَالَ
لِلْغُلَامِ: أَيْنَ يَذْهَبُ بِكَ أَبُوكَ؟ قَالَ: لِبَعْضِ حَاجَتِهِ. قَالَ:
إِنَّهُ لَا يَذْهَبُ بِكَ لِحَاجَةٍ، وَلَكِنَّهُ يَذْهَبُ بِكَ
لِيَذْبَحَكَ. قَالَ: وَلِمَ يَذْبَحُنِي؟ قَالَ: زَعَمَ أَنَّ رَبَّهُ أَمَرَهُ
بِذَلِكَ. قَالَ: فَوَاللَّهِ لَئِنْ كَانَ اللَّهُ أَمَرَهُ بِذَلِكَ
لَيَفْعَلَنَّ. قَالَ: فَيَئِسَ مِنْهُ فَلَحِقَ بِإِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ:
أَيْنَ غَدَوْتَ بِابْنِكَ؟ قَالَ لِحَاجَةٍ. قَالَ: فَإِنَّكَ لَمْ تَغْدُ بِهِ
لِحَاجَةٍ، وَإِنَّمَا غَدَوْتَ بِهِ لِتَذْبَحَهُ قَالَ: وَلم أذْبَحه؟ قَالَ:
تَزْعُمُ أَنَّ رَبَّكَ أَمَرَكَ بِذَلِكَ. قَالَ: فَوَاللَّهِ لَئِنْ كَانَ
اللَّهُ أَمَرَنِي بِذَلِكَ لَأَفْعَلَنَّ. قَالَ: فَتَرَكَهُ وَيَئِسَ أَنْ
يُطَاعَ .
Artinya: “Ibnu Katsir rahimahullah meriwayatkan
dengan sanadnya dari Abdurrazzaq bin Hammam Ash Shan’any: “Ketika Nabi Ibrahim
ingin menyembelih Ishaq (sebagaimana sebagaian pendapat para ulama), maka
syaithan berkata: “Jika aku tidak menggoda mereka pada saat ini aku tidak akan
mampu menggoda mereka selamanya”, maka keluarlah Ibrahim dengan anaknya untuk
menyembelihnya, maka syethan pergi menemui Sarah, ia berkata: “Kemanakah
Ibrahim pergi dengan anakmu?”, Sarah menjawab: “Ia pergi karena mencari sebuah
keperluan (keluarga)”, syaithan berkata: “Sesungguhnya ia tidak pergi untuk
sebuah keperluan, akan tetapi pergi dengannya untuk menyembelihnya”,
Sarah bertanya: “Kenapa mau menyembelihnya?”, syaithan menjawab: “Ia mengaku
bahwa Rabbnya yang menyuruhnya”, sarah menjawab: “Berarti sungguh baik ia mentaati
Rabbnya”, Maka Syaithan pergi setelahnya menemui Ishaq, ia berkata: “Kemanakah
bapakmu membawamu”, ia (Ishaq) menjawab: “Ia membawaku karena sebuah
keperluan”, setan berkatan: “Sesungguhnya ia membawamu bukan untuk sebuah
keperluan tetapi sesungguhnya ia membawamu untuk menyembelihmu.”, Ia (Ishaq)
berkata: “Lalu kenapa ia mau menyembelihku”, syaithan meenjawab: “Ia mengaku
bahwa Rabbnya memerintahkannya”, Ia (Ishaq) menjawab: “Demi Allah, jika Allah
yang memerintahkannya, maka sungguh ia harus mengerjakannya.” Maka
setanpun berputus asa mengganggunya dan akhirnya ia menemui Ibrahim, ia
(syaithan) berkata: “Untuk apa kamu bawa anakmu?”, Ibrahim menjawab: “untuk
sebuah keperluan.” Ia (syaithan) berkata: “Sesungguhnya kamu tidak membawanya untuk
keperluan, akan tetapi kamu membawanya untuk menyembelihnya.” Ibrahim berkata:
“Untuk apa aku menyembelihnya.” syaithan menjawab: “Kamu mengaku bahwa Rabbmu
telah memerintahkanmu untuk melakukan itu”, Ibrahim berkata: “Maka demi Allah,
jika Allah mmerintahkanku untuk itu aku niscaya akan mengerjakannya.” Maka
syaithan meninggalkanya dan berputus asa untuk mengganggunya.” Lihat tafsir
Ibnu Katsir, 7/29.
Lihatlah bagaimana Ibrahim dan Ishaq (anaknya)
serta istri beliau saling tolong menolong dalam ketakwaan dan kebaikan
dalam melawan syaithan.
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar Kabira
Wahai Kaum Muslim…
Termasuk hikmah yang diambil dari ibadah
kurban adalah:
5. Nilai suatu ibadah adalah sesuai dengan
tingkat ikhlas dalam ibadah tersebut.
Hal ini dapat diambil dari Friman Allah
Ta’ala:
{ لَنْ يَنَالَ اللَّهَ
لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ
سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ
الْمُحْسِنِينَ } [الحج: 37]
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali
tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya
kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
Asy Syaikh Abdurrahman bin
Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan:
وقوله: {لَنْ يَنَالَ اللَّهَ
لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا} أي: ليس المقصود منها ذبحها فقط. ولا ينال الله من
لحومها ولا دمائها شيء، لكونه الغني الحميد، وإنما يناله الإخلاص فيها، والاحتساب،
والنية الصالحة، ولهذا قال: {وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ} ففي هذا حث
وترغيب على الإخلاص في النحر، وأن يكون القصد وجه الله وحده، لا فخرا ولا رياء،
ولا سمعة، ولا مجرد عادة، وهكذا سائر العبادات، إن لم يقترن بها الإخلاص وتقوى
الله، كانت كالقشور الذي لا لب فيه، والجسد الذي لا روح فيه.
Artinya: “Bukan maksudnya darinya adalah
sembelihannya saja, dan Allah tidak akan mencapai sesuatupun dari daging dan
daranya, karena Dia adalah Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji, akan tetapi sesungguhnya
sampai kepada-Nya adalah ikhlas di dalamnya dan berharap pahala serta niat yang
ikhlas, oleh sebab itu ia berfirman: “Akan tetapi mencapai kepada-Nya adalah
ketakwaan dari kalian. Di dalam hal ini terdapat perintah dan motivasi untuk
ikhlas di dalam menyembelih dan hendaknnya tujuannya adalah wajah Allah semata
, tidak congkak, riya’, sum’ah atau bukan pula hanya sebatas kebiasaan dan
demikianlah seluruh amal ibadah, jika tidak dibarengi ikhlas dan takwa kepada
Allah, maka niscaya seperti kulita yang tidak ada isi apapun di dalamnya, dan
jasad yang tidak ada ruh sedikitpun di dalamnya.
Perhatikan perkataan yang sangat indah di
bawah, perkataan yang menunjukkan eksistensi ikhlas dalam amal.
Berkata syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Al
Abbad Al Badr yahfazhuhullah:
منزلته: الإخلاص هو أساس النجاح والظفر بالمطلوب في الدنيا
والآخرة, فهو للعمل بمنزلة الأساس للبنيان, وبمنزلة الروح للجسد, فكما أنه لا
يستقر البناء ولا يتمكّن من الانتفاع منه إلا بتقوية أساسه وتعاهده من أن يعتريه
خلل فكذلك العمل بدون الإخلاص, وكما أن حياة البدن بالروح فحياة العمل وتحصيل
ثمراته بمصاحبته وملازمته للإخلاص, وقد أوضح ذلك الله في كتابه العزيز فقال:
{أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ
أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي
نَارِ جَهَنَّمَ, وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}
Artinya: “Kedudukannya: “Ikhlas adalah pondasi
dasar kesuksesan dan keberuntungan terhadap yang dicari di dunia dan akhirat.
Ia kaitannya dengan amal bagaikan kedudukan pondasi terhadap sebuah bangunan
dan kedudukan jasad terhadap sebuah ruh. Maka sebagaimana tidak akan pernah
kokoh bangunan dan tidak akan dapat diambil manfaat darinya kecuali dengan
menguatkan pondasinya dan selalu menjaganya dari kekosongan apapun yang menggoyahkannya,
maka demikian pula amal tanpa ikhlas. Dan sebagaimana kehidupan badan dengan
adanya ruh, maka kehidupan amal dan penghasilan buahnya dengan selalu dibarengi
dan dilazimi oleh ikhlas. Dan Allah telah menerangkan hal itu di dalam
kitab-Nya yang agung.
{أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ
وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ
فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ, وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ}
Artinya: “Maka apakah orang-orang yang mendirikan
mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridaan (Nya) itu yang baik,
ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh,
lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahanam? Dan
Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” QS. At Taubah:
109.
Disinilah rahasia dua firman
Allah yang semakna meskipun beda redaksi ayatnya:
{قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ
الْمُسْلِمِينَ (163)} [الأنعام: 162، 163]
Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya
salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
“Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku
adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". QS. Al
An’am: 162-163.
{فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ} [الكوثر: 2]
Artinya: “Shalatlah untuk Rabbmu dan
Sembalihlah (untuk-Nya).” QS. Al Kautsar: 2.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu
Akbar Kabira
أقول هذا القول وأستغفر الله لي ولكم من كل ذنب فاستغفروه إنه هو
الغفور الرحيم
Tidak ada komentar